Nama-Nama
Kelompok
Taruli-Cristie-Febri-Suyanti
Dia menggunakan baju
terusan dengan rambut penjang yang tergerai menghiasi wajahnya semakin memperkuat
dan memperindah dirinya. Mengayuh sepedanya melewati ladang, dengan hamparan
padi yang bergesekan dengan tangannya sambil menikmati angin sore yang
menyejukkan membuat rambutnya sedikit berantakan, akan tetapi tidak
menghilangkan aurah kecantikkan dari dalam dirinya. Dalam hati dia bertanya apa
itu firasat? Firasat adalah dimana alam sedang berbicara kepada diri kita
melalui perasaan.
Saat sampai
di rumah dia menyibukkan dirinya dengan membuat berbagai macam kue untuk para
anggota kelompok firasat. Kue yang di buatnya gagal membuat dia sedikit
khawatir akan firasat yang tidak menyenangkan hatinya. Dalam hati hati dia
bertanya apa yang akan terjadi?, ketika ibunya ke dapur dan melihat hasil kue
yang di buat anaknya ibunya bertanya “ senja kenapa kue nya gosong?” Senja
menjawab “ tidak tahu bu, apa ini pertanda buruk tentang apa yang akan terjadi
kedepannya? ”.
“Ah, mungkin
ini pertanda bahwa Ibulah yang harus buat keunya dan senja yang mengantarkan
kue - kue yang telah jadi ini” kata ibunya. Senja pun menurut dan meminta izin
kepada ibunya untuk mengantarkan kue. “Bu, Senja pergi dulu” “eh” kata ibunya
sambil menunjuk pipi nya dengan isyarat agar Senja mecium pipinya. Senja pun
balik dan mencium pipi kanan ibunya.
Malam hari
Sesampainya di klub seorang pria yang memimpin kelompok tersebut menanyakan
tentang firasat yang sedang memenuhi pikiran dan hati mereka. “ senja kamu udah
lama bergabung tapi belum pernah sharing tentang firasat yang kamu alami
sehari-hari ini. “ berbicara sambil melihat ke senja. Senja menggeleng tanda
tidak ingin memberitahukan tentang apa yang sedang dia alami. “ yasudah, gak
papa karena hari ini kamu membawa makanan untuk klub kami ini.” sambil melihat
ke seorang wanita yang sedang mendengarkan dia berbicara sambil memakan kue
yang di bawakan oleh senja.
“ Ada yang
ingin menceritakan tentang firasat yang sedang menggangu pikiran kalian.”
Sambil duduk dengan memandang semua anggota klub firasat. Beberapa saat
kemudian ada seorang wanita yang mengangkat tangan karena ingin menceritakan
tentang firasat yang sedang dia alami. Setelah itu Panca berkata “pada dasarnya
manusia dan alam memiliki bahasa yang sama. Namun saat besar kita mempunyai
bahasa yang berbeda sehingga kita tidak sadar.” Setelah jam sharing di klub
tersebut selesai, Senja dan Panca ngobrol sambil merapikan kursi. Senja
menceritakan tentang gagalnya kue yang ia buat. Selagi membereskan tempat di
klub, tiba-tiba ada kursi yang jatuh dan membuat suasana menjadi tegang yang
membuat wajah Senja kelihatan khawatir.
Menjelang
pagi hari, saat Senja tertidur, dia bermimpi bahwa dia tenggelam di air.
Tiba-tiba dia tersadar akan mimpi buruknya kemudian teriak lalu terbangun
dengan rambut yang sedikit berantakan sambil memeluk kakinya. Teriakannya membuat
ibunya terkejut. Dengan tergesa-gesa, ibunya lari kemudian datang dan langsung
memeluknya sambil mengelus kepalanya dan bertanya “Senja, apa yang terjadi?” .
Senja pun cerita kepada ibunya dengan perasaan dengan wajah yang menunjukkan
bahwa dia merasa ketakutan tentang apa yang dia mimpikan.
“Ibu, Senja
takut kejadian dulu terulang kembali gimana kalau senja tidak bisa beritahu kan
kepada mereka. Dulu ayah sama adik meninggal karena senja tidak memberitahukan
tentang firasat yang Senja alami.” Kata senja. “Senja yang dulu bukan kesalahan
mu nak, biarlah yang telah terjadi berlalu.”
“Sekarang,
di depan ada seorang laki-laki yang sedang menunggumu.” Kemudian Senja berkata
“iya, Bu”. Sebelum Senja keluar rumah menghampiri laki-laki yang datang
tersebut, ia pergi ke meja riasnya. Senja menatap kaca yang pecah, sambil
berkata dalam hati apakah maksudnya dari semua yang terjadi. Dia berfikir
apakah ada sesuatu hal buruk yang akan terjadi.
Lalu Senja
pun pergi keluar dan menghampiri laki-laki yang ada diluar rumahnya. Ternyata
yang ada di teras rumahnya adalah Panca. Saat itu, Senja melihat bahwa Panca
sedang jongkok sambil melihat dan memutar-mutar ban belakang sepeda Senja.
Kemudian Panca melihat kartu as di jari-jari ban sepeda lalu Senja berkata, “
maaf nunggu lama “ Panca, “Gak apa-apa ini sepedanya yang sering di pakai di
kebun kan “ Senja, “ ya “
Lalu panca
mengajak senja pergi ke sebuah taman yang rindang dan terdapat sebuah danau
yang bisa membuat ketenangan dalam jiwa kita. Mereka duduk di sebuah kursi
taman yang bewarna coklat sambil berbincang-bincang. “ ini salah satu tempat
favorit ku untuk melihat pemandangan, karena di kota seperti ini sudah jarang ada
taman seperti ini” katanya lagi “ kamu lihat bentuk awan ini gak?” sambil
menunjuk ke langit.
Seminggu
kemudian, malam hari mereka merayakan anniversary ke 2 dari klub firasat.
“gimana
kabar ibu mu?“ kata Panca. “ baik” balas Senja. “kalau seseorang mempunyai
firasat buruk apa yang harus di lakukan? “ kata
Senja. Dengan santai Panca menjawab “dengan cara kita melihat ke dalam
hati, pikiran tentang apa yang kita rasakan dan kita alami” Senja membalas
dengan nada yang tinggi dengan wajah yang menunjukan bahwa ia sedang marah
“bagaimana kalau kita tidak suka dengan firasat yang kita alami? Apa yang harus
kita lakukan?” . Lalu Senja dengan keadaan marah pun meninggalkan Panca dan
pergi ke teras lalu duduk. Dengan
menghela nafas Panca menyusul Senja yang pergi ke teras. Lalu duduk di samping
Senja yang sedang menagis. “ Senja kita disini belajar untuk menerima firasat
yang kita rasakan.” Kata Panca, lalu Senja membalas “ bohong, kenapa kita harus
mempunyai firasat tanpa bisa kita mengubah nya.”
Dengan kesal
dan marah Senja pun pergi meniggalkan Panca dengan di temani suara gemuruh
petir. Berlari dengan meneteskan air mata menuju sepeda yang akan membawanya
pulang ke rumah, dengan di temani hujan deras dengan suara gemuruh petir yang
menemani dia di sepanjang jalan menuju rumahnya. Sesampainya di depan rumah
senja menjatuhkan sepedanya dan menagis tersedu - sedu dengan hujan yang
seolah-olah ikut merasakan rasa sakit yang dia rasakan.
Di balik
jendela, Ibunya yang ada dalam rumah langsung dengan tergesa-gesa keluar rumah
dengan di temani payung setelah melihat keadaan Senja yang basah dan sedang
menagis itu. Sambil memeluk anak nya dia
ikut merasakan sakit apa yang sedang di alami anaknya. Sambil menangis
tersedu-sedu Senja berkata “Bu, Senja tidak
bisa mencegah dia untuk pergi. Apa yang harus Senja lakukan, Bu?” lalu
ibunya pun membalas “tidak apa-apa nak,itu bukan salahmu”. Dengan wajah khawatir
ibunya membawa Senja kembali masuk ke rumah .
Saat
matahari telah menampakkan sinarnya, Senja pun terbangun dari tidur lelapnya lalu
berjalan ke jendela, sambil memandang langit yang cerah Senja berkata dalam
hatinya “aku tidak bisa menahan dia pergi sama seperti aku tidak bisa mencegah kepergian
ayah dan adik”. Dengan hati yang kacau dan wajah yang murung Senja pun keluar
dari kamarnya dan bertemu denan ibunya. “Senja, tadi pagi Panca datang dan
memberikan ini” kata ibunya sambil memberikan sebuah buku yang bersampul warna
biru. Senja pun mengambil buku dari tangan ibunya dengan keadaan sedih dan
menundukkan kepala, kemudian Senja pun langsung memeluk ibunya sambil menangis.
Ibunya yang ikut merasakan kesedihan Senja pun mengelus pundak Senja.
Setelah
selesai bersiap-siap, dengan memakai baju terusan yang indah Senja menaiki sepedanya
pergi ke taman yang pernah diajak oleh Panca. Dengan langit yang menampakkan
keadaan mendung menemani Senja membaca buku yang diberikan Panca yang
dititipkan kepada ibunya. Di tempat lain, Panca sedang berada didalam taksi.
Tiba-tiba dengan tergesa-gesa Senja bangun dari tempat duduknya, menyimpan
bukunya ke dalam keranjang sepedanya, dan bergegas pergi meninggalkan taman
tersebut dengan mengayuh sepedanya dengan cepat. Di perjalanan, sepeda yang
dinaiki Senja jatuh dgan kartu yang mengapung di sungai. Di sisi lain, Panca
yang berada di dalam taksi menampakkan wajah khawatir seperti sedang memikirkan
sesuatu. Kartu yang selalu menghiasi sepeda Senja mengalir di sungai.
Sumber: Cyber
Meltufeed
Sign up here with your email